"LOPPA" - Tak Ingin Melupakan

Aku sangat mengingat hari itu. A noon on the very first day of May 2009. Aku bertemu dengannya yang mencoba mengingat-ingat namaku, lalu tercetus nama “dek fitri ya? yang nulis Loppa kan?” "Iya saya yang nulis Loppa, mbak. Tapi namaku Silvi, mbak." Walaupun begitu, sungguh sebuah penghargaan yang besar bagiku, yang sedang belajar untuk menjadi penulis, ia boleh saja tak tahu namaku, tapi ia telah mengenaliku karena cerpenku.


LOPPA, sebuah cerpen yang kutulis di sebuah hari bulan Maret, cerpen yang lagi-lagi gagal memenangi sebuah lomba. Tapi aku cukup bahagia karena keempat juri (thanks to Pak Karkono, mas Lubis, mbak Lita, mbak Zizi) memastikan Loppa masuk ke dalam 10 besar cerpen terbaik untuk lomba cerpen se-Jatim (diadakan oleh FLP-Malang).

Mbak Lita, seorang juri yang saat pengumuman sepuluh besar itu mengomentari Loppa. Aku bertemu dia sekitar sebulan setelah lomba. Aku sangat ingat, dia mengingatku karena cerpenku. Bagaimana aku bisa lupa dengan seorang yang mengatakan bahwa cerpenku bisa lebih dari sekadar 10 besar. (Ups, dia bilang cerpenku juara 3???, tapi ketua juri?) Dia sangat menyukai Loppa.

Okay, kalian bisa berpikir aku sedang menyombongkan cerpenku. Aku memang bangga. Tapi yang membuatku bangga adalah karena Loppa adalah cerpen yang sangat istimewa bagiku. Aku telah membuat mereka memahami maksudku. Aku hanya bisa bilang kenapa Loppa sangat istimewa bagiku, adalah karena aku telah membuat “SESEORANG” HIDUP DAN TERBACA. My mother.

Thank u for those who have read this short story “LOPPA”. Thank for those who have cried reading it. Thank u for your appreciation. Not for me. Karena aku ingin mengenang “ORANG TERISTIMEWA ITU” sedalam yang aku mampu. Karena aku tahu akan selalu ada PENGHAPUS dalam kepalaku.

Semoga kelak kalian dan diriku pun akan menemukan Loppa kembali dalam sebuah buku.
Previous
Next Post »